SEJARAH PENYELENGGARAAN PEMILU

SEJARAH PENYELENGGARAAN PEMILU

Sejarah Penyelenggaran Pemilu di Indonesia

 Pemilihan Umum atau sering di singkat dengan Pemilu, merupakan implementasi dari sebuah proses demokrasi yang diterapkan di Indonesia. Demokrasi adalah pergantian kepemimpinan melalui sebuah proses dimana rakyat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan baik secara langsung ataupun perwakilan yang mereka pilih. Demokrasi berasal dari kata berbahasa Yunani, “Demos” berarti rakyat, dan “Kratos” berarti kekuasaan. Secara umum, demokrasi berarti kekuasaan ditangan rakyat.   

Dari sejarahnya, Pemilu di Indonesia telah mengalami perjalanan panjang sejak awal kemerdekaan. Setiap pemilu memiliki ciri khas, tantangan dan catatan sejarahnya tersendiri, dalam konteks politik dan sosial Indonesia. 

Masa Awal Kemerdekaan (1945-1955):

  1. Tahun 1945:

Satu hari setelah proklamasi kemerdekaaan (18 Agustus 1945), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI pertama. Rencana Pemilu pertama diumumkan pada tanggal 5 Oktober 1945, namun belum terlaksana. Tanggal 3 November 1945 melalui Maklumat X atau Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta, mendorong pembentukan partai-partai politik untuk persiapan rencana penyelenggaraan Pemilu pada tahun 1946.

Maklumat X melegitimasi partai-partai politik yang telah terbentuk sebelumnya sejak zaman Belanda dan Jepang. Amanat Maklumat X selain pembentukan partai-partai politik adalah menyelenggarakan Pemilu untuk memilih anggota DPR pada Januari 1946. Namun rencana tersebut tidak dapat dilaksanakan karena: Tidak ada perundang-undangan untuk mengatur penyelenggaraan pemilu, Rendahnya stabilitas keamanan negara dan Pemerintah serta rakyat fokus mempertahankan kemerdekaan.

Pada tahun 1948, Badan Pekerja KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) menyetujui undang-undang yang menetapkan sistem pemilihan umum tidak langsung berdasarkan perwakilan proporsional dan memberikan hak pilih kepada semua warga negara yang berusia di atas 18 tahun.

  1. Tahun 1955:

Pada Tahun 1955, Pemilu digelar dua kali. Pemilu pertama untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dilaksanakan pada September. Pemilu kedua untuk memilih anggota Konstituante, diikuti oleh 30 partai, digelar tiga bulan kemudian, yakni pada Desember.

Empat partai mendominasi perolehan suara terbanyak pada saat itu adalah Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan 22.32 persen suara; Masyumi menyusul dengan 20.92 persen, Nahadlatul Ulama (NU) di peringkat ketiga dengan 18,41 persen dan Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan 16,36 persen. Menurut statistik, jumlah suara gabungan keempat partai mencapai 78,01 persen. Pemilu ini dianggap sebagai pemilu yang sukses dan demokratis pada masanya, meskipun dengan berbagai tantangan. 

Penyelenggara Pemilu 1955 adalah Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) yang berkedudukan di pusat (Jakarta). PPI beranggotakan 5 -9 orang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. PPI tingkat pusat, dibantu PPI tingkat provinsi beranggotakan 5 -7 orang, diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Kehakiman.

Dasar hukum Pemilu 1955

  1. UU Nomor 7 Tahun 1953.
  2. PP Nomor 9/1954 tentang Menyelenggarakan undang-undang Pemilu.
  3. PP Nomor 47/1954 tentang Cara Pencalonan Keanggotaan DPR/Konstituante oleh Anggota Angkatan Perang dan Pernyataan Non Aktif/Pemberhantian berdasarkan penerimaan keanggotaan pencalonan keanggotaan tersebut, maupun larangan mengadakan Kampanye Pemilu terhadap Anggota Angkatan Perang.

Sistem Pemilu:

Sistem Pemilu tahun 1955 adalah kombinasi antara sistem distrik dan sistem perwakilan berimbang dengan ciri-ciri sebagai berikut. Sistem Distrik, pertama wilayah negara dibagi atas distrik-distrik pemilihan, yang didasari pada jumlah penduduk, kedua jumlah anggota badan perwakilan rakyat ditetapkan sama dengan jumlah distrik, ketiga tiap distrik pemilihan , meilih seorang anggota badan perwakilan rakyat , keempat pemilih, memilih orang atau calon yang diajukan organisasi peserta Pemilu, Kelima penetapan terpilih berdasarkan suara terbanyak. 

Sistem Perwakilan Berimbang, pertama wilayah negara ditetapkan sebagai satu daerah pemilihan, namun dalam pelaksanannya dapat dibagi dalam beberapa daerah pemilihan yang bersifat administratif, kedua jumlah anggota badan perwakilan rakyat ditetapkanberdasarkan imbangan jumlah penduduk, misalnya tiap 4000.000 penduduk mempunyai seorang wakil, ketiga tiap daerah pemilihan memilih lebih dari sorang wakil, keempat pemilih, memilih Organisasi Peserta Pemilu (OPP), namun demikian OPP mengajukan calon-calonnya yang disusun dalam satu daftar, kelima penetapan jumlah kursi yang akan diperoleh tiap organisasi peserta Pemilu seimbang dengan besarnya dukungan pemilih, yaitu jumlah suar yang diperoleh, keenam Calon terpilih diambilkan dari nama-nama yang terdapat dalam daftar calon, berdasarkan nomor urut calon, jika menganut sistim daftar mengikat dan perolehan suara masing-masing calon, jika dianut sistim daftar bebas. 

Sistim Kombinasi, merupakan penggabungan antara sistim distrik dan sistim perwakilan berimbang, misalnya jumlah anggota badan perwakilan rakyat ditetapkan berdasarkan imbangan jumlah penduduk, kemudian sebagian besar dari anggota ditetapkan sebagai wakil distrik melalui pemilihan dengan sistim distrik dan sebagian kecil ditetapkan mewakili OPP, yang perhitungannya menggunakan OPP yang tidak memperolah wakil pada pemilihan dengan sistim distrik.

 

  1. Masa Orde Lama (1959-1965):

   Pada tanggal 5 Juli 1959, Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang menetapkan UUD 1945 sebagai Dasar Negara. Konstituante dan DPR hasil Pemilu dibubarkan dan digantikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Selama periode Soekarno, terjadi perubahan politik yang krusial, termasuk ketika MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) menolak Pidato Presiden Soekarno yang berjudul Nawaksara pada Sidang Umum Ke-IV tanggal 22 Juni 1966.

           Di era ini, dikenal sebagai “Demokrasi Terpimpin” dan berakhirnya periode Soekarno, ditandai dengan Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959. Dalam dekrit itu, UUD 1945 dinyatakan sebagai Dasar Negara. Konstituante dan DPR hasil Pemilu dibubarkan diganti dengan DPR-GR. Kabinet diganti dengan Kabinet Gotong Royong.

Ketua DPR, MPR, BPK dan MA diangkat sebagai pembantu Soekarno dengan jabatan menteri. Puncak kerapuhan politik Indonesia terjadi ketika MPRS menolak Pidato Presiden Soekarno yang berjudul Nawaksara pada Sidang Umum Ke-IV tanggal 22 Juni 1966. Selanjutnya, Pemilu tidak dilaksanakan secara reguler, dan terjadi perubahan sistem politik yang mengarah pada Demokrasi Terpimpin. 

  1. Masa Orde Baru (1966-1998):

           Pasca pemerintahan Presiden Soekarno, MPRS menetapkan Soeharto sebagai Pejabat Presiden pada 12 Maret 1967 dan tanggal 27 Maret 1968 Soeharto ditetapkan menjadi Presiden sesuai hasil Sidang Umum MPRS (TAP MPRS No. XLIV/MPRS/1968). Selama 32 tahun Presiden Soeharto memimpin bangsa Indonesia, telah terjadi enam kali penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Tingkat I dan DPRD Tingkat II. Pada era ini Presiden dipilih oleh MPR.

Pemilu tahun 1971 didasari pada Undang-undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Untuk Anggota-anggota DPR, DPRD Tingkat I dan DPRD Tingkat II diselenggarakan secara Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia.

Azas Pemilihan Umum 1971 tercantum dalam ketetapan MPRS Nomor XI/MPRS/1966 menetapkan Pemilihan Umum bersifat langsung, umum, bebas dan rahasia. Dalam rangka pemungutan suara dikeluarkan ketetapan MPRSNomor XLII/MPRS/1968 tentang jadwal waktu pemungutan suara yang dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 1971.

  1. Tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997: 

           Dalam kurun 1971-1997, Indonesia tercatat menyelenggarakan enam kali pemungutan suara untuk memilih anggota DPR. Data Lembaga Pemilihan Umum, penyelenggara Pemilu pada saat itu, menyebutkan Pemilu 1971 diikuti oleh sembilan partai dan satu organisasi masyarakat (ormas), yaitu Golongan Karya (Golkar). Golkar, yang didukung pemerintah berhasil menang telak dengan mengantongi 62,82 persen suara. Sementara suara lainnya terbagi antara NU (18,68 persen), Partai Nasional Indonesia (6,93 persen) dan Partai Persaudaraan Muslimin Indonesia (5,36 persen).

Pada Pemilu 1971 itu, Orde Baru mulai meredam persaingan politik dan mengubur pluralisme politik. Pada Pemilu 1977, Kontestan Pemilu dari semula 10 Partai Politik menjadi 3 Partai Politik melalui Fusi 1973. NU, Parmusi, Perti dan PSII menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). PNI, Parkindo, Partai Katolik, Partai IPKI dan Partai Murba menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Formasi kepartaian ini (PPP, Golkar dan PDI) terus dipertahankan hingga Pemilu 1997. Golkar sebagai mayoritas tunggal terus berlanjut pada Pemilu 1982, 1987, 1992 dan 1997. Golkar menjadi Partai pemenang. PPP dan PDI menempati peringkat 2 dan 3. Pemilu mulai 1977 hingga 1997 ini, sering dikritik karena kurangnya kebebasan dan partisipasi yang terbatas. 

Penyelenggara Pemilu 1971 hingga 1997 adalah Lembaga Pemilihan Umum (LPU). LPU diketuai oleh Menteri Dalam Negeri. LPU terdiri dari Panitia Pemilihan Indonesia untuk tingkat pusat. Kemudian Panitia Pemilihan Daerah Tingkat 1 untuk Provinsi dan Panitia Pemilihan Daerah Tingkat II untuk Kabupaten/Kota. Dibawahnya, Panitia Pemilihan Daerah Tingkat II dibantu Panitia Pemungutan Suara dan Panitia Pendaftaran Pemilihan. Untuk dasar hukumnya, menggunakan UU nomor 15 Tahun 1969.

Dasar Hukum Pemilu Tahun 1977:

  1. Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara bidang politik, Aparatur Pemerintah, Hukum dan Hubungan Luar Negeri.
  2. Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/1973 tentang Pemilihan Umum.
  3. Undang-undang nomor 3 Tahun 1975 Tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
  4. Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di daerah.
  5. Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
  6. Undang-undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.

Dasar Hukum Pemilu Tahun 1982:

  1. Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara dan  Ketatapan MPR Nomor VII/MPR/1978 Tentang Pemilu.
  2. Undang-undang Nomor 2  Tahun 1980 tentang Pemilihan Umum.
  3. Peraturan Pemerintah  Nomor 41 Tahun 1980 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1976.

Dasar Hukum Pemilu Tahun 1987:

  1. Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1983 tentang GBHN dan Ketapan MPR Nomor III/MPR/1983 Tentang Pemilu.
  2. Undang-undang Nomor 2  Tahun 1980 tentang Pemilihan Umum.
  3. Peraturan Pemerintah  Nomor 41 Tahun 1980 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1976.

Dasar Hukum Pemilu Tahun 1992:

  1. Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1988 tentang GBHN dan Ketapan MPR Nomor III/MPR/1988 Tentang Pemilu.
  2. Undang-undang Nomor 2  Tahun 1980 tentang Pemilihan Umum.
  3. Peraturan Pemerintah  Nomor 35 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43.
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1990.

Dasar Hukum Pemilu Tahun 1997:

  1. Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1993 tentang GBHN dan Ketapan MPR Nomor III/MPR/1993 Tentang Pemilu.
  2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pemilihan Umum.
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1985.
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1996.

Sistem Pemilu

Sistem Pemilu tahun 1971 menganut sistim perwakilan berimbang dengan menganut sisiem stelsel daftar mengikat, artinya besarnya kekuatan perwakilan organisasi dalam DPR dan DPRD, berimbang dengan besarnya dukungan pemilih karena pemilih  memberikan suaranya kepada Organisasi Peserta Pemilu.

 

  1. Masa Reformasi (1999-sekarang):

Tahun 1999:

Tahun 1998, Soeharto digantikan oleh BJ. Habibie sampai diselenggarakan Pemilu berikutnya (Sidang Istimewa MPR RI, 23 Juli 2001, melalui Ketetapan MPR RI No. II/MPR/2001). Pasca pemerintahan Presiden Soeharto, Wakil Presiden BJ. Habibie dilantik menjadi Presiden RI pada tahun 1998. Pada masa pemerintahan BJ. Habibie, Pemilu yang semula diagendakan tahun 2002 dipercepat pelaksanaannya menjadi tahun 1999.

Pemilu 1999 merupakan peristiwa kunci proses reformasi pasca-Orde Baru. Pada 1998, Presiden Soeharto lengser pada akibat krisis ekonomi yang melambungkan harga bahan pokok sehingga memicu demonstrasi anti-Suharto. Wakil Presiden BJ. Habibie kemudian mengambil alih kepemimpinan negara dan memutuskan untuk mempercepat pelaksanaan Pemilu dari 2002 menjadi 1999. Pada tahun itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dibentuk sebagai menjadi penyelenggara resmi Pemilu.

Pemilu diselenggarakan setelah era reformasi dengan sistem multi partai. Pemilu ini menandai kembalinya demokrasi di Indonesia. Pemilu pertama era reformasi ini, diikuti 48 Partai Politik, dan dilaksanakan pada 7 Juni 1999. Lima partai besar, yaitu di antaranya PDI-P, Golkar, dan PPP, berhasil memborong 417 kursi DPR dari 462 kursi yang diperebutkan. Banyak partai yang gagal memperoleh kursi di DPR. Melalui Pemilu tersebut, lahir lah partai-partai yang cukup dikenal seperti sekarang ini, antara lain Partai Demokrat, Partai Keadilan Sosial (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Hasil Pemilu memberikan kekuatan politik yang signifikan kepada partai-partai yang mendukung reformasi. PDI-P yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri berhasil meraup suara terbanyak. Meskipun PDI-P berhasil memenangkan pemilu legislatif, MPR menetapkan Abdurrahman Wahid -- yang akrab dipanggil Gus Dur-- dari PKB sebagai presiden, bersama dengan Megawati Sukarnoputri sebagai wakil presiden, oleh MPR RI. Pasangan tersebut tidak menyelesaikan masa jabatannya karena Sidang Istimewa MPR memutuskan untuk melengserkan Gus Dur, dan menunjuk Megawati yang Wakil Presiden sebagai Presiden pada 2001. Di bawah kepemimpinannya, Megawati berduet dengan Hamzah Haz, sebagai Wakil Presiden, pada Sidang Istimewa MPR RI, 23 Juli 2001, melalui Ketetapan MPR RI No. II/MPR/2001.

Penyelenggara Pemilu 1999 hingga sekarang adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diawasi oleh Bawaslu dan sebagai dewan etik penyelenggara adalah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Khusus pada Pemilu 1999. KPU terdiri dari 48 wakil partai politik peserta Pemilu dan 5 orang wakil pemerintah. Sejak Pemilu 1999, KPU membentuk Panitia Pemilihan Indonesia untuk melaksanakan Pemilu anggota DPR, DPRD tingkat I dan DPRD Tingkat II. Sejak tahun ini, KPU dibantu secretariat Umum yang dipimpim oleh seorang Sekretaris Umum dan merupakan Badan Pemerintah.

Dasar Hukum

  1. Keppres Nomor 16 Tahun 1999.
  2. Pasal 22E UUD 1945 (Amandemen)
  1. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
  2. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan wakil presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.   
  3. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
  4. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.
  5. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
  6. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.
  1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Partai Politik.
  2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum (menetapkan Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelanggara pemilihan umum yang anggotanya terdiri dari wakil-wakil partai politik peserta pemilihan umum dan wakil pemerintah)
  3. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999 Tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Sistem Pemilu:

  1. Sistem pemilu masih sama yaitu sistem proporsional, hanya saja penetapan calon terpilih dalam Pemilu kali ini berbeda dengan Pemilu sebelumnya, yakni dengan rangking perolehan suara suatu partai di daerah pemilihan.
  2. Untuk Presiden dan Wakil Presiden masih sama dengan pemilu-pemilu sebelumnya yaitu dipilih di MPR.

 

  1. Tahun 2004:

Pemilu 2004 juga mencatatkan tonggak sejarah dalam demokrasi Indonesia karena Presiden, Wakil Presiden, anggota DPR, dan DPRD untuk pertama kalinya dipilih secara langsung. Ada sebanyak 24 partai tercatat ikut serta dan diselenggarakan dalam dua putaran. Pemilu pertama pasca perubahan amandemen UUD 1945. Dalam amandemen itu, diputuskan jika Presiden dipilih secara langsung, dibentuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan hadirnya Penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap dan mandiri (Komisi Pemilihan Umum). Untuk Pemilu Legislatif, diikuti 24 Partai Politik dan dilaksanakan secara terpisah dengan Pilpres, yakni pada 5 April 2004 (putaran I) dan 20 September 2004 (putaran II).

Pemilu Legislatif Tahun 2004 termasuk Pemilu paling rumit hal ini dikarenakan penduduk Indonesia harus memilih langsung wakil rakyat di DPR, DPD dan DPRD, yang diselenggarakan secara serentak pada tanggal 5 April 2004. Pemilu Legislatif ini, memilih 550 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 128 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009.

Selain Pemilu Legislatif, di tahun 2004 ini juga diselenggarakan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk masa bakti 2004 – 2009 pada tanggal 5 Juli 2004 (putaran I) dan 20 September 2004 (putaran II). Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilihan Umum Anggota DPR 2004. Untuk dapat mengusulkan, partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh sekurang-kurangnya 5% suara secara nasional atau 3% kursi DPR. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 50% jumlah provinsi di Indonesia, akan ditetapkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Apabila tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung (Putaran II) dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak akan ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Ada 5 pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden di putaran pertama (5 Juli 2004), yakni Susilo Bambang Yudhoyono berpasangan dengan Muhammad Jusuf Kalla yang diusung oleh Partai Demorat, PBB dan PKPI. Kemudian Hj Megawati Soekarnoputri berpasangan dengan KH Ahmad Hasyim Muzadi, yang diusung PDIP, H Wiranto SH dan Ir H Salahuddin Wahid (dicalonkan oleh Partai Golongan Karya), Amin Rais berpasangan dengan Siswono Yudo Husodo (PAN), dan Hamzah Haz berpasangan dengan Agum Gumelar (PPP). Namun karena tidak ada yang memperoleh 50 persen suara, akhirnya dua pasangan capres dan cawapres, SBY – JK dan Megawati – Hasyim yang mendapatkan suara terbanyak pertama dan kedua, dipilih kembali pada putaran kedua yang dilaksanakan pada 20 September 2004 (putaran II). Dimana akhirnya, SBY – JK terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2004 – 2009, karena mendapatkan 60,62 persen atau 69.266.350 suara. Sedang Megawati – Hasyim, hanya mendapatkan 44.990.704 suara atau 39,38 persen.

Penyelenggara Pemilu 2004 hingga sekarang adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat Nasional, Tetap dan Mandiri (tidak ada perwakilan partai politik). Sejak 2004, pembentukan keanggotaan KPU melalui pengusulan Presiden kepada DPR. Dan sejak Tahun 2009, pembentukan keanggotaan KPU melalui seleksi terbuka oleh Panitia Seleksi dan fit and proper test oleh DPR RI.

Sedang landasan hukum Pemilu 2004 hingga saat ini, terdiri dari Amandemen ketiga UUD 1945 tanggal 9 November 2001. Dimana di Pasal 22 E ayat 5, Pemilihan Umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. Kemudian Keppres Nomor 70 Tahun 2001 tanggal 5 Juni 2001, KPU bersifat independen dan non partisan.

Dasar Hukum:

  1. UU Nomor 20 tahun 2004 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Menjadi Undang-Undang
  2. UU Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
  3. UU Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
  4. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Partai Politik.

Sistem Pemilu

  1. Ada 2 macam Pemilu, yaitu Pemilu DPR, DPD dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
  2. Pemilu DPR dan DPRD menggunakan sistem proporsional terbuka,
  3. Sedangkan untuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menggunakan sistem distrik berwakil banyak.
  4. Presiden dan Wakil Presiden tidak lagi dipilih MPR, tetapi dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

 

  1. Tahun 2009, 2014, 2019:

Pada Pemilu 2009, SBY kembali mencalonkan diri untuk masa jabatan keduanya sebagai Presiden, dengan menggandeng mantan menteri keuangan Boediono. Pada Pemilu tahun itu, dilaksanakan pada 8 Juli 2009 (putaran pertama) diikuti oleh 44 partai politik dan tiga pasang capres dan cawapres yang bersaing untuk meraih dukungan masyarakat. Meliputi Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono yang didukung oleh Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP, PKB, PBB, PDS, PKPB, PBR, PPRN, PKPI, PDP, PPPI, Partai Republik, Partai Patriot, PNBKI, PMB, PPI, Partai Pelopor, PKDI, PIS, Partai PIB dan Partai PDI.

Pasangan kedua, adalah Megawati berpasangan dengan Prabowo Subiyanto, yang didukung oleh PDIP, Partai Gerindra, PNI Marhaenisme, Partai Buruh, Pakar Pangan, Partai Merdeka, Partai Kedaulatan, PSI, PPNUI. Pasangan terakhir, adalah Muhammad Yusuf Kalla berpasangan dengan Wiranto, yang didukung oleh Partai Golkar dan Partai Hanura. Meski demikian, SBY dengan mudah melenggang kembali ke Istana Negara untuk periode kedua lewat satu putaran.

Untuk peserta Pemilu Legislatif, diikuti 44 Partai Politik (38 Partai Politik Nasional dan 6 Partai Lokal Aceh), dilaksanakan pada 9 April 2009. Pemilu 2009 juga mencatat keikutsertaan partai lokal di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dalam pemilu legislative lokal. Ada enam partai Aceh yang mengikut Pemilu, yaitu Partai Aceh, Partai Aceh Aman Sejahtera, Partai Bersatu Aceh, Partai Daulat Aceh, Partai Rakyat Aceh, dan Partai Suara Independen Rakyat Aceh (Partai SIRA).

Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014, dilaksanaan 9 Juli. Ada dua pasangan calon. Yakni Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla, yang akhirnya ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2014 – 2019. Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla berhasil meraih kemenangan telak lewat satu putaran. Dukungan bagi kemenangan mereka datang dari beberapa partai, termasuk PDI-P, PKB, dan Partai Nasional Demokrat (NasDem). Meski demikian, massa pendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang didukung sejumlah partai meliputi (Gerindra, PAN, PKS, PPP, Golkar, dan PBB), merasa tidak puas atas kemenangan tersebut, sehingga mendorong terjadinya kericuhan dan memerlukan penanganan keamanan yang intensif.

Sementara untuk Pemilu Legislatif Tahun 2014, diikuti 15 Partai Politik (12 Partai Politik Nasional dan 3 Partai Lokal Aceh). Pemilu Legislatif, dilaksanakan pada 9 April 2014 (dalam negeri) dan 30 Maret hingga 6 April 2014 (luar negeri). Lima besar pemenang Pemilu Legistaltif 2014, meliputi PDIP 23 681.471 atau 18,95 % (109 kursi), Golkar 18.432.312 atau 14,75 % (91), Gerindra 14.760.371 atau 11,81 % (73), Demokrat 12.728.913 atau 10,19 % (61). Untuk lainnya, terdiri dari Nasdem 8.402.812 atau 6,72 % (47), PKB 11.298.957 atau 9.04 % (49), PKS 8.480.204 atau 6,79 % (40), PAN 9.481.621 atau 7,59 % (35), PPP 8.157.488 atau 6,53 % (39), Hanura 6.579.498 atau 5,26 % (16 kursi).

Sementara Pemilu 2019, diikuit oleh 16 partai. Untuk Pilpres, Jokowi dan Prabowo kembali berhadapan. Mengulang sejarah Pemilu 2014, Jokowi kembali memenangkan pertarungan dalam satu putaran, kali ini berpasangan dengan Ma’ruf Amin. Pasangan nomor urut 01 yakni Jokowi-Ma'ruf, unggul dengan perolehan 85.607.362 atau 55,50 persen, sementara Prabowo yang mengandeng Sandiaga Uno sebanyak 68.650.239 atau 44,50 persen, dengan selisih 11 persen. Keberhasilan Jokowi ini mencerminkan prestasi dua periode sebelumnya yang mirip dengan pencapaian SBY. Namun, Pemilu 2019 juga diwarnai oleh tinta merah akibat kerusuhan yang meluas pasca-pengumuman rekapitulasi suara oleh KPU.

Untuk partai pemenang Pemilu 2019 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dengan 27.503.961 suara atau (19,33 persen) dengan 128 kursi. Kedua, Partai Golkar dengan 17.229.789 suara atau (12,31 persen), dengan jumlah kursi 85. Ketiga Partai Gerindra dengan 17.596.839 suara (12,57 persen), dengan 78 kursi. Berikutnya berturut-turut, Partai Nasdem (59), PKB (58), Demokrat (54), PKS (50), PAN (44), dan PPP (19 kursi).

  1. Tahun 2024:

Pemilu Tahun 2024, diselenggarakan dengan sistem yang sama seperti pemilu sebelumnya. Pada tahun ini, dilaksanakan pada Rabu Pon, 14 Februari. KPU RI menetapkan tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden, yakni Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, serta Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Ketiga pasangan calon telah memenuhi ketentuan pasal 220 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang di mana partai politik atau gabungan partai politik bisa mendaftarkan bakal pasangan calon, yaitu telah memenuhi ketentuan 25% kursi di DPR atau 25% perolehan suara sah secara nasional.

Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar mendaftar hari Kamis 19 Oktober 2023 pukul 09.36 WIB, diusulkan oleh Gabungan Partai Politik, yakni Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Keadilan Sejahtera dengan jumlah kursi DPR Pemilu 2019 yakni 167 kursi atau 29,04%.

Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, Ganjar Pranowo-Mahfud MD mendaftar hari Kamis 19 Oktober 2023 pukul 12.20 WIB, diusulkan oleh Gabungan Partai Politik, yakni PDI Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan, Partai PERINDO, Partai Hati Nurani Rakyat dengan jumlah suara sah Pemilu 2019 sejumlah 39.276.935 atau 28,06%.

Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mendaftar hari Rabu 25 Oktober 2023 pukul 11.20 WIB, diusulkan oleh Gabungan Partai Politik, yakni Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Golongan Karya, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, Partai Solidaritas Indonesia, Partai Bulan Bintang, dan Partai Garda Republik Indonesia dengan jumlah suara sah Pemilu 2019 sejumlah 59.726.503 atau 42,67%.

Setelah melalui proses panjang, akhirnya asangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, ditetapkan KPU RI sebagai pemenang Pemilu Presiden dengan memperoleh suara 96.214.691 dari total keseluruhan suara sah nasional sebanyak 164.227.475. Perolehan suara pasangan Prabowo-Gibran mencapai sekitar 58% dari total suara sah nasional. Sedang Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar (Cak Imin): 40.971.906 suara Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka, mendapatkan 96.214.691 suara
Ganjar Pranowo - Mahfud MD: 27.040.878 suara.

Untuk Pemilihan Legislatifnya, PDIP memperoleh suara terbanyak 25.387.279 suara dari total 84 daerah pemilihan (dapil). Di bawah PDI-P, Partai Golkar membuntuti dengan perolehan 23.208.654 suara atau 15,29 persen suara sah nasional. Ketiga Partai Gerindra ada di posisi ketiga dengan perolehan 20.071.708 suara atau 13,22 persen dari total suara sah nasional. Berikut daftar perolehan suara Pileg DPR RI yang telah ditetapkan KPU RI. 

1. PDI-P: 25.387.279 (16,72 persen/ 110 kursi)

2. Golkar: 23.208.654 (15,29 persen/ 102)

3. Gerindra: 20.071.708 (13,22 persen/86)

4. PKB: 16.115.655 (10,62 persen/68)

5. Nasdem: 14.660.516 (9,66 persen/69)

6. PKS: 12.781.353 (8,42 persen/53)

7. Demokrat: 11.283.160 (7,43 persen/48)

8. PAN: 10.984.003 (7,24 persen/44 kursi)

Pentingnya Pemilu: Pemilu merupakan sarana penting dalam sistem demokrasi untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat. Pemilu juga menjadi wadah bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi politik mereka dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. 

Pemilu di Indonesia terus mengalami perkembangan dan penyempurnaan untuk menjadi lebih baik dan merepresentasikan kedaulatan rakyat secara utuh. (***/RED)

 

Share this artikel :

facebook twitter email whatapps

Dilihat 147 Kali.