Opini

Operator Sidalih Ujung Tombak PDPB

**) Oleh Siti Nurhayati, Anggota KPU;Ketua Divisi Perencanaan Data dan Informasi KPU Kabupten Magelang Program Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) Tahun 2025 yang kini tengah dilaksanakan  KPU Kabupaten Magelang tidak lepas dari peran operator Sidalih yang bekerja tanpa kenal lelah. Mereka adalah garda terdepan yang memastikan daftar pemilih tetap bersih, akurat, dan mutakhir. Operator Sidalih merupakan ujung tombak dalam memastikan PDPB berjalan dengan baik. Ketelitian dan komitmen mereka patut diapresiasi, karena dari kerja-kerja teknis hingga pelayanan langsung ke masyarakat inilah lahir data pemilih yang bersih dan akurat demi suksesnya penyelenggaraan pemilu. Keuletan, kesabaran, dan profesionalitas para operator menjadi kunci suksesnya PDPB. Mereka bekerja senyap, namun hasilnya berdampak besar bagi tegaknya demokrasi di Indonesia. Melalui tangan-tangan operator Sidalih tangguh inilah, data pemilih yang valid dapat terjaga demi pemilu yang jujur, adil, dan berkualitas Setiap hari operator harus berhadapan dengan ribuan data pemilih untuk diperiksa satu per satu, disinkronkan dengan data kependudukan, hingga memastikan tidak ada pemilih ganda maupun pemilih Tidak Memenuhi Syarat (TMS) yang masih tercatat. Tak hanya itu, mereka juga menindaklanjuti masukan dan saran perbaikan dari Bawaslu Kabupaten Magelang, baik terkait pemilih TMS maupun pemilih Memenuhi Syarat (MS), sehingga kualitas data semakin terjamin validitasnya. Peran mereka tidak sebatas mengelola dan membersihkan data. Operator juga turut aktif menjadi bagian dari Tim PDPB KPU Magelang dalam kegiatan sosialisasi ke masyarakat. Mereka menerima laporan langsung baik melalui Layanan Helpdesk PDPB maupun Layanan PDPB on the spot, yang memudahkan masyarakat menyampaikan masukan data pemilih. Dengan demikian, operator bukan hanya bekerja di balik layar, tetapi juga terjun langsung melayani masyarakat..**)

HUT ke-80 Kemerdekaan RI Momentum Kembali Bersatunya Anak Bangsa

*) Oleh: Yohanes Bagyo Harsono,ST Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM KPU Kabupaten Magelang MINGGU, 17 Agustus 2025 besok, Bangsa Indonesia akan tepat berusia 80 tahun. Saat itu, seluruh rakyat akan memperingati hari dimana para pendiri bangsa menyatakan sebagai hari Kemerdekaan Indonesia. Hari yang bersejarah dan selalu diperingati oleh segenap anak bangsa di Negara Kesatuan rebupilik Indonesia (NKRI). Untuk diketahui, Presiden RI Prabowo Subianto, Rabu (23/7/2025) kemarin, telah menetapkan logo dan tema HUT ke-80 Republik Indonesia, yakni 'Bersatu, Berdaulat. Rakyat sejahtera, Indonesia Maju'. Prabowo mengatakan tema ini selaras dengan visi bangsa. “Tema ini dipilih, karena kita ingin selalu menjadi negara yang bersatu, Bhinneka Tunggal Ika ini adalah dorongan kita, hasrat kita,” katanya, dalam pidato peluncuran kemarin. Tema ini juga dipilih karena mencerminkan semangat Bangsa Indonesia untuk bersatu padu dalam mengusung kesepahaman sebagai satu bangsa, menjembatani harapan satu sama lain, dan bergerak maju bersama dalam menyongsong kemajuan bangsa. Tema ini juga menjadi identitas utama dalam seluruh rangkaian kegiatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI, yang kemeriahannya diharapkan dapat dirasakan secara serentak di seluruh wilayah Indonesia sebagai simbol semangat kebangsaan yang menyatukan, keyakinan akan masa depan yang lebih baik, serta rasa bangga menjadi Bangsa Indonesia. Sedang logo HUT ke-80 Republik Indonesia tahun ini berangkat dari semangat “Dimiliki Bersama, Dirayakan Bersama”, yang mengangkat kebanggaan kolektif sebagai energi penggerak bagi bangsa yang berdaulat, sejahtera, dan maju bersama, sebagai cerminan arah perjalanan Indonesia: dimulai dari kekuatan persatuan, diwujudkan dalam kesejahteraan rakyat, dan diarahkan menuju masa depan yang maju Pada Tahun 2024 kemarin, kita baru saja menyelesaikan pelaksanakan pesta demokrasi dengan Pemilu dan Pemilihan Kepada Daerah. Peringatan HUT ke-80 Rebuplik Indonesia ini, diharapkan menjadi momentum kita bersama untuk kembali bersama, bersatu sebagai rakyat dalam wadah NKRI. Semua tentu menyadari, saat Pemilu dan Pilkada kemarin, kita memiliki pandangan, keyakinan, dan pilihan berbeda-beda dalam mendukung calon Presiden/Wakil Presiden, Wakil Rakyat di DPD, DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten serta Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota. Kini saatnya, semua perbedaan saat Pemilu dan Pilkada kemarin, kita anggap selesai. Saatnya kita kembali songsong pemerintahan baru dengan pemimpin baru. Kita satukan tekat, untuk menyukseskan pemerintahan hasil proses demokrasi yang kita laksanakan setiap lima tahun sekali sesuai bunyi UUD 1945 pasal 22 E. Mari kita isi kemerdekaan Indonesia dengan apa yang kita bisa. Kita bantu pemerintahan dengan segenap akal, budi dan kemampuan yang kita miliki. Sulit memang terutama bagi yang kemarin kalah, namun jangan biarkan pikiran-pikiran kita untuk terus mengingat ‘kekalahan’ itu. Saatnya, kita iklaskan kekalahan itu, dan mulai dengan semangat baru untuk mendukung pemerintahan.  Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan Bangsa Indonesia yang mengajarkan kita untuk berbeda-beda, namun tetap satu ditengah perbedaan dalam keberagaman suku, agama, ras, budaya, dan bahasa. Semboyan ini, menyatukan seluruh masyarakat Indonesia yang majemuk dalam satu kesatuan bangsa. Karena itu, mari kita saling menghargai, toleransi, dan gotong royong dalam segala perbedaan.  Banyak hal yang bisa kita lakukan sebagai bagian dari refleksi kita untuk terus melanjutkan cita-cita para pendiri bangsa tersebut. Pemerintah menegaskan komitmennya menjadikan peringatan ini sebagai ruang kolaborasi antara negara dan rakyat, tanpa mengurangi nilai-nilai sakral perjuangan kemerdekaan.  Momen peringatan HUT ke-80 RI menjadi momen kita untuk mengisi kemerdekaan mulai dari lingkungan dimana kita berada dan dimana kita bekerja. Kemerdekaan harus dimanfaatkan untuk terus membangun bangsa, dengan meningkatkan kualitas sumber daya yang kita miliki untuk mengatasi berbagai tantangan bersama. Hari Kemerdekaan harus menjadi pemicu semangat nasionalisme dan kebanggaan sebagai Bangsa Indonesia. (*)

Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan: Fondasi Demokrasi Inklusif

Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan: Fondasi Demokrasi Inklusif *)Oleh : Siti Nurhayati, S. H. Anggota KPU Kabupaten Magelang Ketua Divisi Rendatin Salah satu pilar penting dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan yang demokratis adalah tersedianya data pemilih yang akurat, mutakhir, dan inklusif. Untuk mencapai hal tersebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) melaksanakan Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) secara rutin. Inisiatif ini tidak hanya menjadi kewajiban administratif, tetapi juga menjadi fondasi utama bagi legitimasi proses demokrasi di Indonesia. Pemutakhiran data pemilih adalah proses memperbarui dan memverifikasi informasi mengenai siapa saja yang berhak memilih dalam Pemilu dan Pemilihan. Data ini mencakup nama, alamat, status kewarganegaraan, usia, serta kondisi lainnya yang relevan. Tanpa pembaruan yang berkelanjutan, data pemilih akan cepat menjadi usang terutama dengan adanya dinamika seperti kematian, perpindahan domisili, atau perubahan status hukum warga negara. Keakuratan data pemilih sangat menentukan: Keadilan dalam Pemilu, karena hanya mereka yang berhak yang dapat memberikan suara. Efisiensi logistik Pemilu, seperti distribusi surat suara dan penempatan TPS. Tingkat partisipasi, karena data yang valid memudahkan pemilih untuk menggunakan hak pilihnya. Prinsip Inklusif dalam Pemutakhiran Data Pemilu yang adil harus memberikan ruang partisipasi bagi seluruh warga negara, termasuk kelompok rentan seperti penyandang disabilitas, penduduk di wilayah terpencil, dan kelompok minoritas. Pemutakhiran data pemilih yang berkelanjutan memastikan bahwa kelompok-kelompok ini tidak terpinggirkan dalam proses demokrasi. Hal ini juga mendorong transparansi dan keterlibatan publik dalam penyusunan daftar pemilih. Kolaborasi dan Peran Masyarakat PDPB bukan hanya tanggung jawab KPU, keberhasilan program ini sangat bergantung pada partisipasi aktif dari berbagai pihak, seperti: Pemerintah daerah, turut serta mensosialisasikan PDPB dan mengkonfirmasi data kependudukan yang belum lengkap. Lembaga pencatatan sipil, yang menyuplai data kematian dan perpindahan warga. Masyarakat, yang secara aktif melaporkan perubahan status kependudukan atau memastikan datanya tercatat dengan benar. Partisipasi publik ini juga menjadi indikator meningkatnya kesadaran berdemokrasi di kalangan warga negara. Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pada Pasal 14, Pasal 17, dan Pasal 20, serta Pasal 201 ayat (8). Lebih spesifik, Pasal 20 huruf l, Pasal 201 ayat (8), Pasal 202 ayat (1), dan Pasal 204 ayat (1) juga mengatur tentang hal ini.  Pasal 14, 17, dan 20 secara umum mengatur tentang kewenangan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dalam melakukan pemutakhiran dan pemeliharaan data pemilih berkelanjutan. Sementara dalam Pasal 201 ayat (8) disebutkan bahwa pemerintah memberikan data kependudukan yang dikonsolidasikan setiap 6 bulan kepada KPU sebagai bahan tambahan dalam pemutakhiran data pemilih. PDPB lebih detail diatur dalam Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2025. Proses PDPB dilakukan setiap bulan oleh KPU Kabupaten/Kota dengan berkoordinasi bersama instansi terkait seperti Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Pemerintah Daerah, Bawaslu, TNI/POLRI dan Partai politik peserta Pemilu. KPU Kabupaten/Kota melakukan rekapitulasi PDPB yang dilakukan dalam rapat pleno terbuka paling singkat setiap 3 (tiga) bulan sekali. Tantangan dan Harapan ke Depan Meski begitu, pelaksanaan pemutakhiran data pemilih berkelanjutan tidak lepas dari tantangan. Beberapa di antaranya adalah: Antusias dan partisipasi dari Pemilih atau masyarakat yang harus ditingkatkan. Kurangnya sosialisasi ke masyarakat, terutama di daerah terpencil. Hambatan teknologi dan keterbatasan SDM dalam pengelolaan data. Namun, dengan komitmen berkelanjutan, penggunaan teknologi informasi yang semakin canggih, dan penguatan sinergi antar lembaga, pemutakhiran data pemilih dapat menjadi sistem yang andal untuk mendukung Pemilu yang lebih baik. Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan adalah lebih dari sekadar aktivitas administratif. PDPB merupakan bentuk komitmen negara untuk menjamin hak pilih setiap warga negara. Dengan data pemilih yang akurat dan inklusif, demokrasi Indonesia akan tumbuh lebih sehat, lebih kuat, dan lebih representatif. Mari bersama mendukung proses ini demi masa depan demokrasi yang lebih cerah.*)

Pemilih Pemula Sasaran Prioritas Program KPU Magelang

Oleh: Ahmad Rofik, S.S., M.Kesos; Ketua KPU Kabupaten Magelang Kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati Magelang hasil Pemilihan Tahun 2024 mulai dirasakan dampaknya.  Birokrasilah yang pertama sekali merasakan dampaknya, dari sisi kebijakan hingga pola kerja.  Kemudian mulai menyentuh di level masyarakat, baik yang berkaitan dengan kebijakan dan arah pembangunan maupun wajah pelayanan yang ditampakkan kepada masyarakat.  Pelayanan inilah  salah satu dampak yang dihasilkan dari reformasi  birokrasi sebagai bagian dari program bupati/wakil bupati. Dibalik hasil Pemilihan Tahun 2024, masih terdapat pekerjaan rumah yang terus harus dibenahi oleh KPU Kabupaten Magelang.  Tingkat partisipasi kehadiran pemilih ke TPS pada pemilihan bupati memang sudah lumayan tinggi yaitu 80,6%, bahkan untuk gubernur mencapai 81,02 persen, peringkat ke-6 di Jawa Tengah.  Pemilih tidak hadir ke TPS sekitar 19% tersebut terdiri dari 3% undangan tidak terdistribusi karena: meninggal dunia sebelum hari pencoblosan,  pindah memilih di luar daerah, serta tidak pulang karena merantau atau menempuh pendidikan di luar daerah yang tidak memungkinkan kembali ke rumah untuk menggunakan hak pilih.  Berarti masih ada sekitar 16,2% itulah yang tidak ada keterangan kenapa tidak hadir ke TPS.  Belum ada informasi yang valid mereka yang tidak hadir ke TPS Pilkada tersebut karena alasan apa.  Demikian juga pada rentang usia berapa, pemilih yang tidak hadir tersebut. Jika menilik pada data pemilih Pilkada, jumlah pemilih pemula usia 17-21 (yang baru kali pertama mencoblos) pada Pilkada 2024 adalah sebanyak 101.384 pemilih atau (9,9%) dari total pemilih Pilkada di Kabupaten Magelang yaitu 1.014.525 pemilih.   Angka pemilih pemula ini diperkirakan pada penyelenggaraan Pemilu 2029 dan Pilkada berikutnya jumlahnya pada kisaran tersebut.  Mereka ini sekarang umumnya sedang menjalani pedidikan di tingkat SLTA atau di pondok pesantren.  Oleh karena itu program program KPU Kabupaten Magelang memprioritaskan sasaran pada kelompok tersebut, terutama ketika tidak menjelang Pemilu/Pilkada.  Mereka cenderung terkonsentrasi di lembaga pendidikan sehingga lebih efiktif untuk bisa menjangkaunya.  Selepas mereka lulus dari SLTA tentu membutuhkan effort yang berlebih untuk bisa menjangkaunya. Program Pemutakhiran Data Berkelanjutan (PDPB) dan Pendidikan Pemilih Berkelanjutan merupakan racikan program yang pas bagi kelompok usia ini.  Karena mereka belum pernah memilih sehingga perlu dikenalkan bagaimana memilih yang bnar yang sesuai dengan hati nurani, tidak sekedar Teknik mencoblos yang betul.  Mereka juga perlu dikenalkan dengan fenomena menjelang pemilihan dimana cenderung muncul maraknya berita hoax, black kampanye, hingga fenomena money politik, serangan fajar dan lain-lain.     Usia muda ini umumnya masih memiliki idealisme yang tinggi, sehingga perlu dikenalkan dengan nilai-nilai demokrasi yang menjunjung tinggi nilai kebenaran dan jati diri bangsa. Posisi pemilih pemula yang jumlahnya hampir mencapai 10 persen ini juga potensi bagi perubahan Bangsa Indonesia.  Mengacu pada data pemilih pilkada, mereka juga mendominasi Generasi Z yang berada pada rentang usia 17-29 tahun, di Kabupaten Magelang sejumlah 225.541 (22%). Jika generasi z dan generasi melenial digabungkan yakni pemilih yang berusia sampai dengan 44 tahun mencapai 52%.  Berarti kelompok inilah yang dominan menentukan Pilkada dan Pemilu.  Oleh karena itu merawat demokrasi di negeri ini bisa dimulai dari pemilih pemula.  Dengan modal pemilih pemula inilah demokrasi di Indonesia akan lebih baik. Insya Allah.  ***)       

Hari Lahir Pancasila Jangan Hanya Jadi Seremoni

**)Oleh : Yohanes Bagyo Harsono, ST Ketua Divisi Sosialisasi, Parmas dan SDM KPU Kabupaten Magelang.   HARI ini, tepat 1 Juni 2025, rakyat Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila. Hari dimana para pendiri Bangsa meneguhkan komitmen terhadap rumusan dasar negara serta nilai-nilai luhur yang menjadi pondasi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh para pendiri Bangsa, Pancasila tidak hanya sekedar dokumen sejarah yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945, namun juga merupakan jiwa bangsa, pedoman dan falsafah hidup bersama untuk mewujudkan cita-cita Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Ibarat sebuah rumah, Pancasila adalah sebuah rumah yang mempersatukan segala perbedaan/keberagaman di Indonesia. Dalam Pancasila kita belajar bahwa dalam kebinekaan terkandung prinsip-prinsip yang menuntun kita membangun bangsa dengan semangat gotong-royong yang berkeadilan sosial dengan tidak melupakan penghormatan terhadap martabat manusia.  Saat penulis masih belajar dibangsu Sekolah Dasar (SD) sekitar Tahun 1980 an dahulu, ada pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Penulis masih ingat betul, bapak dan ibu guru menjelaskan tidak hanya soal lima sila di Pancasila, tapi juga butir-butir yang ada dalam setiap lima sila tersebut. Tidak hanya menjelaskan, tapi juga memberikan contoh dan tauladan dalam pelaksanaan kehidupan sehari-hari. Maka tidak heran jika generasi saat itu, tidak hanya hafal soal lima sila dan butir-butirnya, tapi mereka mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari hingga saat dewasa. Tidak heran, saat penulis kecil dulu, semangat gotong royong, kerukunan, tolong menolong, hormat menghomati antar manusia dengan keberagamannya, masih sangat terpelihara. Namun kini??? Kita sedih melihat, mendengar dan membaca berita-berita di media dan televisi, banyaknya kasus tawuran antar sekolah/kampung, ‘klitih’, anak bunuh orang tua, siswa/murid berani menentang sama bapak dan ibu gurunya, menjamurnya paham radikalisme, ekstremisme, intoleransi serta lainnya. Seolah-olah saat ini lima sila Pancasila dan butir-butirnya itu, hilang entah kemana? Adakah yang salah dengan generasi muda saat ini? Patut kita semua introspeksi. Apakah ada yang salah di dunia pendidikan kita saat ini? Atau justru kita yang salah dalam mendidik anak-anak/generasi muda kita?  Penulis hanya ingin menegaskan kembali bahwa memperkokoh Ideologi Pancasila berarti menegaskan kembali bahwa pembangunan bangsa itu berlandaskan pada nila-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan social seperti yang tertulis dalam Pancasila. Karena itu, tantangan yang kita hadapi saat ini, harus kita hadapi dan  lawan dengan nila-nilai yang ada dalam lima sila Pancasila dan butir-butirnya tersebut. Hari lahir Pancasila hari ini, sekalilagi bukan sekedar seremoni, tetapi harus kita jadikan momentum untuk memperkuat komitmen kita terhadap nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia. Jadikan setiap langkah, setiap kebijakan, setiap ucapan dan tindakan kita berlandaskan dari semangat Pancasila. Kita harus memastikan hawa Pancasila tetap menjadi jiwa dalam setiap denyut nadi kita. Akhirnya, marilah Pancasila kita jadikan sebagai sumber inspirasi dalam melangkah dan mengisi pembangunan Indonesia. Merdeka !! (**)

Hari Kebangkitan Nasional ke-117, Momen Kebangkitan Demokrasi Indonesia

*)Oleh: Yohanes Bagyo Harsono, ST Ketua Divisi Sosdiklih, Parmas dan SDM, KPU Kabupaten Magelang HARI ini, Selasa 20 Mei 2025, Bangsa Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) ke-117. Sudah lebih satu abad kita peringati, perjalanan Bangsa Indonesia untuk bangkit melawan penjajahan. Di era saat ini, perjuangan Bangsa Indonesia sudah tidak berjuang melawan penjajahan dengan pertumpahan darah, melainkan “penjajahan” karena pengaruh budaya asing, perilaku yang buruk karena dampak teknologi yang negatif dan lainnya. Meski demikian, jika kita tidak berhati-hati, bukan darah yang tertumpah, namun meningkatnya pelaku kriminal, korupsi merajalela, jurang kemiskinan, gap antara kaya dan miskin akan semakin timpang.  Dibidang Demokrasi, paska Pemilu dan Pilkada 2024, harusnya rakyat, para politisi, dan peserta Pemilu (Parpol), bisa Introspeksi. Tidak hanya mereka, lembaga penyelenggara pemilu juga demikian. Semua harus mengevaluasi. Tidak ada yang sempurna. Namun selalu ada catatan-catatan yang harus diperbaiki. Setiap gelaran Pemilu dan Pilkada, memang akan mencatatkan sejarahnya sendiri-sendiri. Catan-catanan Pemilu 2018 dan Pilkada 2019, tentu berbeda dengan Pemilu dan Pilkada serentak 2024. Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru Nomor 313/PHPU.BUP-XXIII/2025 dengan mendiskualifikasi seluruh pasangan calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara di Provinsi Kalimantan Tengah pada Pilkada 2024, karena terbukti keduanya “main politik uang” dalam pemungutan suara ulang (PSU). Hal ini bisa menjadi salah satu bahan evaluasi kita bersama. MK secara tegas, telah memutuskan diskualifikasi Paslon Nomor Urut 1 Gogo Purman Jaya-Hendro Nakalelo dan Paslon Nomor Urut 2 Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya, dari kepesertaan dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara 2024.  Dalam kasus tersebut, MK menemukan fakta adanya pembelian suara pemilih untuk memenangkan paslon nomor urut 2 dengan nilai sampai dengan Rp16 juta per pemilih. Bahkan, salah satu saksi di persidangan mengaku menerima total uang Rp 64 juta untuk satu keluarga. Pembelian suara pemilih juga dilakukan untuk memenangkan paslon nomor urut 1 dengan nilai sampai dengan Rp 6,5 juta untuk satu pemilih. Salah seorang saksi yang menerima uang sebanyak Rp19,5 untuk satu keluarga, bahkan mengaku dijanjikan umrah apabila paslon tersebut menang. Fantastis! Kasus ini bagaimana pun telah mencederai rasa keadilan serta merusak kepastian hukum dalam demokrasi di Indonesia. Keputusan MK ini, harusnya bisa menjadikan bahan introspeksi untuk para peserta Pemilu/Pilkada. Lembaga penyelenggara Pemilu (DKPP, KPU dan Bawaslu), aparat penegak hukum serta DPR RI sebagai pembuat undang-undang untuk kembali membuat sebuah regulasi yang lebih mampu melawan politik uang tersebut.  Sebelumnya tindak pidana politik uang untuk Pemilu diatur dalam Pasal 523 ayat (1) sampai dengan ayat (3) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang dibagi dalam 3 kategori yakni pada saat kampanye, masa tenang dan saat pemungutan suara. UU Pemilu juga mengatur sanksi bagi pelaku politik uang di Pasal 515 dan Pasal 278 ayat (2).  Sedang untuk Pilkada, merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016. Dalam pasal 73 disebutkan, pasangan calon, tim kampanye, partai politik, serta pihak lain dilarang memberikan atau menjanjikan uang maupun materi kepada penyelenggara dan pemilih. Sanksi pemberi politik uang diatur dalam Pasal 187A ayat 1 dan 2 UU Nomor 10 Tahun 2016.  Meski sudah ada UU tersebut, namun kenyataannya masih saja terjadi praktek politik uang tersebut. Tentu ada yang salah! Ini yang harus kita cari bersama-sama. Kemarin sempat muncul wacana pelaksanaan Pilkada akan dilaksanakan secara tertutup karena alasan mahal. “Mahal” itu tentu relative. Bagi peserta Pemilu/Pilkada, kalau menggunakan praktek politik uang, tentu akan berkata mahal. Bayangkan saja, di Pilkada Barito Utara tersebut, satu KK bisa mendapatkan Rp 19,5 juta hingga Rp 64 juta. Untuk satu pemilih bisa mendapatkan Rp 6,5 juta. Rejeki nomplok bagi yang menerima. Namun kenapa hal itu bisa terjadi? Pertanyaan ini yang harus kita cari jawabannya. Bawaslu sebagai lembaga penyelenggara yang konsen untuk melakukan pencegahan terhadap pelanggaran dan praktek politik uang, salah satunya tentu yang bisa menjawab. Kita juga bisa bertanya pada aparat penegak hukum lainnya (Kejaksaan dan TNI/Polri). Disisi lain, masyarakat/pemilih kenapa juga mau menerima praktek-praktek kecurangan tersebut. Pertanyaan-pertanyaan itulah yang harus kita cari jawabannya bersama-sama. Maka moment Hari Kebangkitan Nasional ke-117 ini, bisa menjadi bahan introspeksi kita bersama-sama untuk bangkit melawan kecurangan-kecurangan terutama politik uang yang hampir selalu terjadi dalam Pemilu dan Pilkada di negara kita ini. Seperti dalam sambutan Menteri Komdigi RI Meutya Hafid pada upacara Harkitnas ke -117. Jadilah pohon, yang memiliki akar yang kuat untuk menunjang pohon dan menghasilkan buah serta bunga yang bagus. Meski pelan, tapi pasti, kita harus meletakkan akar yang kuat untuk sebuah perubahan dalam setiap pesta demokrasi kedepan, sehingga menghasilkan pemimpin-pemimpin yang amanah, jujur dan bersih. Merdeka!

Populer

Belum ada data.