Opini

Hari Lahir Pancasila Jangan Hanya Jadi Seremoni

**)Oleh : Yohanes Bagyo Harsono, ST Ketua Divisi Sosialisasi, Parmas dan SDM KPU Kabupaten Magelang.   HARI ini, tepat 1 Juni 2025, rakyat Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila. Hari dimana para pendiri Bangsa meneguhkan komitmen terhadap rumusan dasar negara serta nilai-nilai luhur yang menjadi pondasi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh para pendiri Bangsa, Pancasila tidak hanya sekedar dokumen sejarah yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945, namun juga merupakan jiwa bangsa, pedoman dan falsafah hidup bersama untuk mewujudkan cita-cita Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Ibarat sebuah rumah, Pancasila adalah sebuah rumah yang mempersatukan segala perbedaan/keberagaman di Indonesia. Dalam Pancasila kita belajar bahwa dalam kebinekaan terkandung prinsip-prinsip yang menuntun kita membangun bangsa dengan semangat gotong-royong yang berkeadilan sosial dengan tidak melupakan penghormatan terhadap martabat manusia.  Saat penulis masih belajar dibangsu Sekolah Dasar (SD) sekitar Tahun 1980 an dahulu, ada pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Penulis masih ingat betul, bapak dan ibu guru menjelaskan tidak hanya soal lima sila di Pancasila, tapi juga butir-butir yang ada dalam setiap lima sila tersebut. Tidak hanya menjelaskan, tapi juga memberikan contoh dan tauladan dalam pelaksanaan kehidupan sehari-hari. Maka tidak heran jika generasi saat itu, tidak hanya hafal soal lima sila dan butir-butirnya, tapi mereka mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari hingga saat dewasa. Tidak heran, saat penulis kecil dulu, semangat gotong royong, kerukunan, tolong menolong, hormat menghomati antar manusia dengan keberagamannya, masih sangat terpelihara. Namun kini??? Kita sedih melihat, mendengar dan membaca berita-berita di media dan televisi, banyaknya kasus tawuran antar sekolah/kampung, ‘klitih’, anak bunuh orang tua, siswa/murid berani menentang sama bapak dan ibu gurunya, menjamurnya paham radikalisme, ekstremisme, intoleransi serta lainnya. Seolah-olah saat ini lima sila Pancasila dan butir-butirnya itu, hilang entah kemana? Adakah yang salah dengan generasi muda saat ini? Patut kita semua introspeksi. Apakah ada yang salah di dunia pendidikan kita saat ini? Atau justru kita yang salah dalam mendidik anak-anak/generasi muda kita?  Penulis hanya ingin menegaskan kembali bahwa memperkokoh Ideologi Pancasila berarti menegaskan kembali bahwa pembangunan bangsa itu berlandaskan pada nila-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan social seperti yang tertulis dalam Pancasila. Karena itu, tantangan yang kita hadapi saat ini, harus kita hadapi dan  lawan dengan nila-nilai yang ada dalam lima sila Pancasila dan butir-butirnya tersebut. Hari lahir Pancasila hari ini, sekalilagi bukan sekedar seremoni, tetapi harus kita jadikan momentum untuk memperkuat komitmen kita terhadap nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia. Jadikan setiap langkah, setiap kebijakan, setiap ucapan dan tindakan kita berlandaskan dari semangat Pancasila. Kita harus memastikan hawa Pancasila tetap menjadi jiwa dalam setiap denyut nadi kita. Akhirnya, marilah Pancasila kita jadikan sebagai sumber inspirasi dalam melangkah dan mengisi pembangunan Indonesia. Merdeka !! (**)

Hari Kebangkitan Nasional ke-117, Momen Kebangkitan Demokrasi Indonesia

*)Oleh: Yohanes Bagyo Harsono, ST Ketua Divisi Sosdiklih, Parmas dan SDM, KPU Kabupaten Magelang HARI ini, Selasa 20 Mei 2025, Bangsa Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) ke-117. Sudah lebih satu abad kita peringati, perjalanan Bangsa Indonesia untuk bangkit melawan penjajahan. Di era saat ini, perjuangan Bangsa Indonesia sudah tidak berjuang melawan penjajahan dengan pertumpahan darah, melainkan “penjajahan” karena pengaruh budaya asing, perilaku yang buruk karena dampak teknologi yang negatif dan lainnya. Meski demikian, jika kita tidak berhati-hati, bukan darah yang tertumpah, namun meningkatnya pelaku kriminal, korupsi merajalela, jurang kemiskinan, gap antara kaya dan miskin akan semakin timpang.  Dibidang Demokrasi, paska Pemilu dan Pilkada 2024, harusnya rakyat, para politisi, dan peserta Pemilu (Parpol), bisa Introspeksi. Tidak hanya mereka, lembaga penyelenggara pemilu juga demikian. Semua harus mengevaluasi. Tidak ada yang sempurna. Namun selalu ada catatan-catatan yang harus diperbaiki. Setiap gelaran Pemilu dan Pilkada, memang akan mencatatkan sejarahnya sendiri-sendiri. Catan-catanan Pemilu 2018 dan Pilkada 2019, tentu berbeda dengan Pemilu dan Pilkada serentak 2024. Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru Nomor 313/PHPU.BUP-XXIII/2025 dengan mendiskualifikasi seluruh pasangan calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara di Provinsi Kalimantan Tengah pada Pilkada 2024, karena terbukti keduanya “main politik uang” dalam pemungutan suara ulang (PSU). Hal ini bisa menjadi salah satu bahan evaluasi kita bersama. MK secara tegas, telah memutuskan diskualifikasi Paslon Nomor Urut 1 Gogo Purman Jaya-Hendro Nakalelo dan Paslon Nomor Urut 2 Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya, dari kepesertaan dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara 2024.  Dalam kasus tersebut, MK menemukan fakta adanya pembelian suara pemilih untuk memenangkan paslon nomor urut 2 dengan nilai sampai dengan Rp16 juta per pemilih. Bahkan, salah satu saksi di persidangan mengaku menerima total uang Rp 64 juta untuk satu keluarga. Pembelian suara pemilih juga dilakukan untuk memenangkan paslon nomor urut 1 dengan nilai sampai dengan Rp 6,5 juta untuk satu pemilih. Salah seorang saksi yang menerima uang sebanyak Rp19,5 untuk satu keluarga, bahkan mengaku dijanjikan umrah apabila paslon tersebut menang. Fantastis! Kasus ini bagaimana pun telah mencederai rasa keadilan serta merusak kepastian hukum dalam demokrasi di Indonesia. Keputusan MK ini, harusnya bisa menjadikan bahan introspeksi untuk para peserta Pemilu/Pilkada. Lembaga penyelenggara Pemilu (DKPP, KPU dan Bawaslu), aparat penegak hukum serta DPR RI sebagai pembuat undang-undang untuk kembali membuat sebuah regulasi yang lebih mampu melawan politik uang tersebut.  Sebelumnya tindak pidana politik uang untuk Pemilu diatur dalam Pasal 523 ayat (1) sampai dengan ayat (3) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang dibagi dalam 3 kategori yakni pada saat kampanye, masa tenang dan saat pemungutan suara. UU Pemilu juga mengatur sanksi bagi pelaku politik uang di Pasal 515 dan Pasal 278 ayat (2).  Sedang untuk Pilkada, merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016. Dalam pasal 73 disebutkan, pasangan calon, tim kampanye, partai politik, serta pihak lain dilarang memberikan atau menjanjikan uang maupun materi kepada penyelenggara dan pemilih. Sanksi pemberi politik uang diatur dalam Pasal 187A ayat 1 dan 2 UU Nomor 10 Tahun 2016.  Meski sudah ada UU tersebut, namun kenyataannya masih saja terjadi praktek politik uang tersebut. Tentu ada yang salah! Ini yang harus kita cari bersama-sama. Kemarin sempat muncul wacana pelaksanaan Pilkada akan dilaksanakan secara tertutup karena alasan mahal. “Mahal” itu tentu relative. Bagi peserta Pemilu/Pilkada, kalau menggunakan praktek politik uang, tentu akan berkata mahal. Bayangkan saja, di Pilkada Barito Utara tersebut, satu KK bisa mendapatkan Rp 19,5 juta hingga Rp 64 juta. Untuk satu pemilih bisa mendapatkan Rp 6,5 juta. Rejeki nomplok bagi yang menerima. Namun kenapa hal itu bisa terjadi? Pertanyaan ini yang harus kita cari jawabannya. Bawaslu sebagai lembaga penyelenggara yang konsen untuk melakukan pencegahan terhadap pelanggaran dan praktek politik uang, salah satunya tentu yang bisa menjawab. Kita juga bisa bertanya pada aparat penegak hukum lainnya (Kejaksaan dan TNI/Polri). Disisi lain, masyarakat/pemilih kenapa juga mau menerima praktek-praktek kecurangan tersebut. Pertanyaan-pertanyaan itulah yang harus kita cari jawabannya bersama-sama. Maka moment Hari Kebangkitan Nasional ke-117 ini, bisa menjadi bahan introspeksi kita bersama-sama untuk bangkit melawan kecurangan-kecurangan terutama politik uang yang hampir selalu terjadi dalam Pemilu dan Pilkada di negara kita ini. Seperti dalam sambutan Menteri Komdigi RI Meutya Hafid pada upacara Harkitnas ke -117. Jadilah pohon, yang memiliki akar yang kuat untuk menunjang pohon dan menghasilkan buah serta bunga yang bagus. Meski pelan, tapi pasti, kita harus meletakkan akar yang kuat untuk sebuah perubahan dalam setiap pesta demokrasi kedepan, sehingga menghasilkan pemimpin-pemimpin yang amanah, jujur dan bersih. Merdeka!

Perjuangan Tidak Mengkianati Hasil

***) Oleh : Yohanes Bagyo Harsono (Ketua Divisi Sosdiklih Parmas dan SDM KPU Kab Magelang) LEGA …. Itu perasaan yang dirasakan oleh semua jajaran penyelenggara Pemilu dan Pilkada 2024. Tidak terkecuali jajaran di KPU Kabupaten Magelang. Lega dan plong, karena penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada diwilayah ini, berjalan dengan aman, lancar dan jurdil. Tidak ada gejolak maupun persoalan hingga kondusifitas kantibmas diwilayah ini tetap terjaga dengan baik.  Beberapa hal yang bisa dijadikan bukti keberhasilan itu adalah, dilantiknya, 50 anggota DPRD Kabupaten Magelang dan pelantikan Grengseng Pamuji dan H Sahid, sebagai Bupati dan Wakil Bupati Magelang periode 2025 - 2030. Selain itu, angka partisipasi masyarakat pada Pemilu dan Pilkada 2024 juga meningkat dibanding Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2024, angka partisipasinya mencapai 90,1 %, DPD RI 89,7 %, DPR RI 89,6 %, DPR Provinsi 89,5 % dan DPRD Kabupaten 89,4 %. Sedang untuk Pilkada, Pilgub mencapai 81,02 % dan Pilbup mencapai 80,63 %. Pada Pemilu 2019, rata-rata mencapai angkat 85 % untuk PPWP, DPD, DPR RI hingga DPRD Provinsi dan Kabupaten, sedang untuk Pilkada mencapai rata-rata 79 %. Capaian Pemilu dan Pilkada Tahun 2024 tersebut, bagi jajaran KPU Kabupaten Magelang periode 2024 - 2029, menjadi hal yang special. Kenapa? Hal itu karena lima komisionernya baru dilantik pada Tanggal 4 Februari 2024. Bahkan dari lima komisioner itu, hanya menyisakan dua yang lama sedang tiga lainnya merupakan orang baru. Namun demikian, mereka semua mampu membuktikan dengan kinerja terbaik dengan beragam keberhasilan yang diraih. Pada gelaran Pemilu 2024 kemarin, KPU Kabupaten Magelang juga mendapatkan juara 2 untuk kegiatan sosialisasi Pemilu dan Partisipasi Pemilih di Pemilu 2024. Sebelumnya juga meraih juara kedua penyusunan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Tahun 2023. Itu adalah bukti/pengakuan dari luar akan keberhasilan penyelenggaraan Pemilu diwilayah ini. Sementara pada pelaksanaan Pilkada Tahun 2024, KPU Kabupaten Magelang justru “panen” penghargaan dari KPU Provinsi Jawa Tengah. Meliputi, juara pertama untuk kategori Pelayanan Informasi Publik Terinformatif. Juara pertama Pengelolaan Logistik Pemilihan Terbaik. Kemudian juara ketiga untuk kategori Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih Terfavorit pada Pemilihan Tahun 2024. Sebelumnya, meraih juara 3 untuk Kegiatan Sosialisasi Terinovatif dan juara 2 untuk kategori Penyusunan Regulasi Terbaik pada Pilkada 2024. Dari Komisi Informasi Publik Provinsi Jawa Tengah, KPU Kabupaten Magelang juga meraih juara 2 untuk kategori Badan Penyelenggara Pemilu terinovatif Tingkat Jawa Tengah Tahun 2024. Semua penghargaan ini, menandakan jika jajaran KPU Kabupaten Magelang, sudah bekerja sesuai tugas, pokok, fungsi dan juga kewajiban serta kewenangannya. Bahkan tidak hanya sekedar menyelesaikannya, namun mereka juga mampu mengoptimalkan dan memberdayakan semua kemampuan yang dimilikinya.  Terlepas dari itu, setiap pelaksanaan Pemilu dan Pilkada akan selalu mencatatkan sejarahnya. Dan sejarah yang ditulis itu, tentu berbeda-beda sesuai masanya. Demikian pula penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024. Hal inilah yang melatarbelakangi KPU Kabupaten Magelang kemudian membuat beberapa buku. Ini juga sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban mereka kepada Bangsa dan Negara serta masyarakat. Tidak hanya buku wajib soal laporan kinerja, informasi grafis, laporan angka-angka, tapi buku umum yang berisi tentang cerita-cerita unik dan menarik yang dialami jajarannya. Beberapa buku yang ditulis itu, meliputi Kumpulan Cerita-cerita Pemilu 2024 berjudul “Pemilu Itu Asyik …” dan Kumpulan Cerita-cerita Pilkada 2024, berjudul “Becik lan Nyenengke”. Dua buku ini, seluruh penulisnya adalah Badan Ad Hoc mulai dari PPK dan PPS khususnya oleh di Divisi Sosdiklih dan Parmas.  Selain dua buku itu, KPU Kabupaten Magelang juga membuat empat buku lain, berjudul “Perjalanan Panjang Pemutakhiran Data Pemilih Pilkada Serentak 2024 di Kabupaten Magelang”, “Sirekap Dalam Angka dan Cerita, “Story Telling Data Pemilih Pemilihan 2024” dan “Infografis Pemilihan 2024 Magelang Memilih”.  Melalui buku-buku ini, diharapkan semakin melengkapi literasi masyarakat tentang Kepemiluan. Diharapkan pula, melalui buku-buku ini masyarakat juga memiliki gambaran tentang proses dan dinamika yang terjadi selama Pemilu dan Pilkada 2024, sehingga tidak ada lagi “jarene” atau katanya, tapi sudah dapat dibuktikan dengan membaca buku-buku tersebut. (***)

Diskusi Sambil Ngopi Jadi Solusi Tanpa Menguras Emosi

Oleh: Yohanes Bagyo Harsono, S.T. (Ketua Divisi Parmas dan SDM KPU Kabupaten Magelang)   Pagi belum berganti siang. Bulir-bulir embun juga belum hilang dari pucuk-pucuk daun. Seperti halnya tahapan Pilkada 2024 yang datang silih berganti. Belum selesai tahapan satu, sudah muncul tahapan kedua dan berikutnya. Ritme tahapan sangat padat. Dibutuhkan kebersamaan melalui sistem kepimpinan yang kolektif kolegial, mampu menjaga fokus, soliditas dan sinergitas. Komunikasi yang baik dengan berbagai pihak harus tetap terjaga. Mengelola organisasi dengan puluhan ribu orang dari latar belakang yang heterogen tentu banyak dinamika dan membutuhkan effort yang besar. Keteladanan dengan mengedepankan prinsip kepemimpinan yang kolektif kolegial menjadi perhatian utama di Komisi Pemilihan Umum. Dinamika dan persoalan yang muncul harus dibicarakan dan disepakati bersama terkait jalan keluarnya. Bila kata mufakat tidak bisa diambil, voting dengan suara terbanyak menjadi jalan tengah. Dengan sistem tersebut, pelaksanaan tahapan Pilkada bisa dilalui dengan sukses tanpa ekses. Salah satu buktinya adalah tingkat partisipasi masyarakat di Kabupaten Magelang mencapai 80,63 persen untuk Pemilihan Bupati (Pilbup) dan 81,02 persen untuk Pemilihan Gubernur (Pilgub). Di sisi lain, tidak ada Pemilihan Suara Ulang (PSU) di semua TPS di wilayah Kabupaten Magelang saat Pilkada 2024. Tidak pula ada gugatan yang masuk ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait hasil Pilkada. Situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) di wilayah ini juga cukup kondusif setelah Pilkada. Grafis pencapaian partisipasi masyarakat pada  Pilgub dan Pilbup 2024           KPU Kabupaten Magelang juga menorehkan prestasi dengan meraih penghargaan peringkat kedua terbaik dari Komisi Informasi Publik (KIP) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2024, pada Monitoring dan Evaluasi Keterbukaan Informasi Publik Tahun 2024. KPU Kabupaten Magelang juga berhasil meraih predikat terbaik kedua se-Jawa Tengah dalam ajang Penghargaan Penyusunan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Tahun 2023 yang digelar KPU Provinsi Jawa Tengah. Penghargaan diberikan langsung oleh Ketua KPU Jateng Handi Tri Ujiono kepada Ketua KPU Kabupaten Magelang, Ahmad Rofik. “Penghargaan ini adalah bonus dari kinerja semua pihak, terutama dalam menyajikan informasi kepemiluan dan pemilihan di Kabupaten Magelang,” kata Ahmad Rofik. Banyak hal dilakukan KPU Kabupaten Magelang dalam menjaga fokus, soliditas, sinergitas, kerja sama, koordinasi dan komunikasi dengan berbagai pihak. Mulai dari monitoring ke bawah sebagai bagian dari perhatian hingga menjaga silaturahmi serta komunikasi dengan jajaran Badan Ad Hoc. Dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) dan Rapat Koordinasi (Rakor) bersama Badan Ad Hoc, sering disisipkan pantun dan joke atau candaan yang kocak dan jenaka dari para pengisi acara, khususnya dari anggota  KPU Kabupaten Magelang. KPU Kabupaten Magelang juga mengadakan peningkatan capacity building di awal tahapan Pilkada 2024. Kegiatan ini diselenggarakan di Omah Kembang Ngablak, Kabupaten Magelang, yang diikuti seluruh komisioner, jajaran sekretariat KPU , Badan Ad Hoc dan jajaran sekretariat PPK. Kegiatan yang sama juga digelar bersama  camat di Kawasan Wisata Dieng, Wonosobo, dan Forkompimda serta pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang dilaksanakan di Kota Surakarta  dan Kemuning, Karanganyar. Secara periodik, KPU Kabupaten Magelang juga melaksanakan rapat pleno sebagai upaya menjaga harmonisasi kelembagaan, juga untuk menjaga kesinambungan dan soliditas lembaga. Rapat pleno ini merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan persoalan yang muncul di setiap tahapan. Sering kali permasalahan itu muncul di tengah-tengah, bahkan di awal tahapan. Seperti saat tahapan rekrutmen Badan Ad Hoc KPPS hampir selesai, tiba-tiba ada beberapa anggota KPPS yang mengundurkan diri. Entah itu karena tidak mendapat izin dari atasan, tersangkut Sistem Informasi Politik (Sipol) atau diterima kerja di daerah lain dan sebagainya. KPU Kabupaten Magelang harus mengambil keputusan cepat untuk mencari pengganti, mengingat jadwal penetapan tinggal menghitung hari dan jadwal pelantikan juga semakin dekat. Pergantian Badan Ad Hoc harus didasarkan aturan yang berlaku. KPU Kabupaten Magelang meminta PPS melalui PPK untuk mencari pengganti anggota KPPS sesuai urutan di bawahnya saat seleksi. Jika tidak ada, maka KPU meminta PPS melalui PPK untuk menjalin kerja sama dan komunikasi dengan lembaga pendidikan, lembaga profesi, LSM, komunitas peduli pemilu dan demokrasi dan atau tenaga pendidik untuk mendapatkan anggota KPPS yang memenuhi persyaratan. “Atas kerja sama semua pihak, persoalan terkait Badan Ad Hoc semua selesai. Bahkan tidak ada dampak yang muncul setelah pergantian personel tersebut. Transfer Ilmu Sementara untuk menjaga kolektif kolegial dan hormonisasi, komunikasi serta soliditas, KPU Kabupaten Magelang juga menggelar rapat pleno rutin setiap pekan. Sebagai dasarnya, KPU Kabupaten Magelang mendasarkan pada PKPU No. 8 Tahun 2019 tentang Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi, dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, yang terakhir telah diubah menjadi PKPU No. 12 tahun 2023 Perubahan Kelima atas Peraturan KPU No. 8 Tahun 2019 tentang Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi, dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota. Hal ini untuk menjawab dinamika setiap tahapan yang selalu berbeda-beda. Kadang lancar hingga akhir, namun kadang di awal tahapan sudah muncul persoalan. Jika persoalan muncul, cara menangani dan menyelesaikannnya juga dibutuhkan penanganan yang berbeda-beda. Dasar hukum/regulasi untuk menyelesaikannya juga berbeda. Karena itu, setiap divisi harus memahani dasar hukum, pedoman teknis dan cara menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut. Terkadang setelah rapat pleno, setiap komisioner, divisi, sekretaris maupun kasubag aada sesi  mentransfer ilmu dan pengetahuan atau materi dari hasil rakor atau bimtek yang diikuti sebelumnya. Sharing ilmu itu untuk memperkaya wawasan serta cara pandang dalam menghadapi dan menyelesaikan persoalan. Ini penting, agar ilmu yang mereka dapatkan bisa dibagi ke kami yang tidak datang mengikuti rakor atau bimtek tersebut. Ilmu dan pengetahuan yang mereka dapatkan tersebut, sangat penting bagi jajaran KPU Kabupaten Magelang, apalagi jika ke depan  menghadapi persoalan yang berhubungan dengan materi dari rakor atau bimtek tersebut. Jajaran KPU  berasal dari berbagai latar belakang. Tidak hanya berbeda latar belakang pendidikan, asal organisasi dan lembaga. Kami juga berbeda dari sisi usia. Terkadang kami sering berbeda pandangan dan pendapat dalam menyikapi setiap persoalan. Namun dengan duduk bersama, saling berbagi ilmu dan pengetahuan, berdiskusi, kami bisa mencari solusi dari setiap persoalan dengan baik. Harus diakui terkadang agak sulit meletakkan masalah sesuai tempatnya karena masih terpengaruh emosi dan ego masing-masing komisioner.Inilah pentingnya duduk bersama dan jika perlu kami juga sering ngopi bersama atau ngangkring bareng. Dengan sering berdiskusi, ngumpul bareng itulah, ego dan emosi masing-masing akan berkurang guna menjaga kolektif kolegial itu.(***)

Hambatan, Ancaman dan Tantangan Pilkada 2024

***) Oleh : Yohanes Bagyo Harsono Usai melaksanakan pesta demokrasi memilih presiden dan wakil presiden serta legislatif, 14 Februari 2024 kemarin, bangsa Indonesia akan kembali melaksanakan pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), mulai Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota secara serentak, pada Rabu Pon, 27 November 2024 mendatang. Pilkada serentak ini akan menjadi ujian yang sesungguhnya bagi bangsa Indonesia dalam menjalankan demokrasi. Seperti pada Pemilu dan Pilkada sebelumnya, tentu banyak hambatan, ancaman dan tantangan yang akan dihadapi. Tidak hanya oleh pemerintah, penyelenggara, tapi juga rakyat Indonesia secara luas. Sejak tahapan Pilkada Serentak 2024 diluncurkan  KPU di Candi Prambanan, Minggu (31/3/2024) lalu, dinamika perpolitikan di Indonesia mulai “memanas”. Terutama sejak sejumlah parpol dan gabungan parpol mulai menjalin komunikasi-komunikasi politik untuk saling membangun koalisi. Demikian pula saat masuk tahapan pencermatan data pemilih dan pendaftaran bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota tanggal 27 – 29 Agustus mendatang. Dinamika tentu akan terus berubah dan berkembang. Terlepas dari itu, dipastikan akan ada banyak hambatan, ancaman dan tantangan yang dihadapi oleh pemerintah, para penyelenggara dan tentunya seluruh rakyat Indonesia dalam upaya untuk mewujudkan Pilkada berkualitas dan berintegritas di Tahun 2024 ini. Selain tentunya masalah teknis persiapan Pilkada, masalah partisipasi pemilih, masalah transparansi, dan tata kelola pemilu yang akuntabel dan masa kampanye. Masih ada hambatan, ancaman dan tantangan lain diluar itu. Salah satunya tentu soal praktek “money politik”. Praktek-praktek politik uang ini, ibarat “hantu”. Tidak bisa dilihat dan dibuktikan, tapi dimasyarakat hal itu nyata ada.  Seperti pada Pemilu 2024 kemarin, praktek-praktek politik uang, kemungkinan masih akan terjadi pada Pilkada 2024 besok. Hal ini didukung sikap masyarakat / pemilih di Indonesia yang cenderung prakmatis. Politikus utamanya para tim sukses, simpatisan, kader para calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota, tentu akan melakukan segala cara untuk mendapatkan simpati pemilih. Dimungkinkan segala cara akan mereka lakukan untuk mendapatkan suara sebanyak-banyaknya. Halal atau tidak, melanggar atau tidak, mereka tidak memikirkannya. Terpenting bagaimana caranya agar mereka bisa menang dan terpilih. Praktek money politik kemungkinan akan lebih terpampang nyata tidak seperti pemilu sebelumnya yang lebih banyak dilakukan saat menjelang hari pemungutan suara atau disebut "serangan fajar". Pada Pilkada 2024 "transaksi suara" dengan para pemilih kemungkinan akan terjadi secara nyata. Bahkan kemungkinan, transaksi akan dilakukan tidak dengan "person to person", tapi dengan kelompok/gabungan masyarakat. Bisa jadi dilakukan oleh tim sukses dengan perwakilan masyarakat yang mengatasnamakan RT/RW, kampung/dusun atau bahkan desa. Bisa juga dengan kelompok-kelompok masyarakat/kelompok keagamaan / organisasi pemuda dan yang lain. Hal kedua bentuk hambatan, ancaman dan tantangan yang akan dihadapi adalah politik identitas. Untuk diketahui, politik identitas adalah sebuah alat politik suatu kelompok seperti etnis, suku, budaya, agama atau yang lainnya untuk tujuan tertentu, misalnya sebagai bentuk perlawanan atau sebagai alat untuk menunjukan jati diri suatu kelompok tersebut. Dalam hal ini, identitas dipolitisasi melalui interpretasi secara ekstrim, yang bertujuan untuk mendapat dukungan dari orang-orang yang merasa 'sama', baik secara ras, etnisitas, agama, maupun elemen perekat lainnya (wikipedia).  Hal ini tentu menjadi tantangan dan ancaman seluruh jajaran penyelenggara, khususnya KPU Kabupaten Magelang, untuk melaksanakan Pilkada yang jujur, adil dan berintegritas. Untuk diketahui, pada Pemilu 2024 kemarin angka partisipasi masyarakat mencapai 90,1 persen atau naik dari 86 persen pada Pemilu 2019 lalu. Ini tentu menjadi tantangan selanjutnya bagi KPU Kabupaten Magelang, untuk mempertahankan angka partisipasi tersebut. Sejauh ini, berbagai upaya akan dilakukan KPU Kabupaten Magelang untuk mempertahankan angka partisipasi dan meminimalisasi  praktek money politik, politik identitas, kampanye hitam maupun bentuk-bentuk kecurangan lainnya. Diantaranya dengan menggencarkan sosialisasi secara masif dengan target sasaran seluruh komponen masyarakat diwilayah ini. Mulai dari pemilih pemula, komunitas difabel, organisasi masyarakat, kepemudaan, lansia, komunitas-komunitas dan sebagainya. Tidak hanya secara luring, secara daring juga akan dilakukan. Sosialisasi dengan memaksimalkan media cetak, radio, televisi dan online juga akan dilakukan. Disamping itu juga akan mengoptimalkan media sosial dan website KPU Kabupaten Magelang serta admin-admin media sosial diwilayah ini.  Apa yang dilakukan KPU Kabupaten Magelang ini, patut diapresiasi sebagai salah satu upaya untuk mempertahankan angka partisipasi masyarakat pada Pemilu 2024 kemarin. Disisi lain juga sebagai upaya menekan atau meminimalisasi praktek money politik, politik identitas, kampanye hitam maupun bentuk-bentuk kecurangan dalam Pilkada mendatang. Kontribusi kita sebagai bagian dari rakyat Indonesia, adalah ikut dan mendukung upaya yang telah dilakukan oleh jajaran penyelenggara mulai dari KPU dan Bawaslu. Meski sulit, tapi minimal akan mengurangi bentuk-bentuk kecurangan yang dapat menciderai proses demokrasi. (*) ***)Anggota KPU Kabupaten Magelang Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih Partisipasi Masyarakat dan SDM

Sekali Lagi, Anak-anak Muda Akan Jadi Penentu Pilkada Kabupaten Magelang

***) Oleh : Wiwid Arif Tren mayoritas pemilih Generasi Z (Gen Z) dan Milenial (Generasi Y) tampaknya masih akan berlaku pada pemilihan kepala daerah (Pilkada). Seperti diketahui bersama Pemilu 2024 menjadi suaranya anak muda. Berdasarkan perhitungan nasional Komisi Pemilihan Umum (KPU), dari 204,8 juta pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), lebih dari 116,5 juta atau 56 persen merupakan generasi Z dan kaum milenial. Generasi Z yang lahir antara tahun 1995 hingga 2000-an, memiliki hak pilih sebesar 22,8 persen. Sementara suara kelompok milenial, yang lahir pada tahun 1980 hingga 1994, mencapai 33,6 persen. Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Magelang. Siti Nurhayati (2023, Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Kabupaten Magelang saat itu) menyebut jumlah pemilih dari generasi milenial atau pemilih dengan usia 25-31 tahun jumlahnya 303.322 orang, atau setara dengan 30,1 persen dari total DPT. Di sisi lain, generasi Z dengan rentang usia 17-24 tahun memiliki jumlah pemilih sebanyak 250.092 orang, atau setara dengan 20,4 persen dari total pemilih. Dengan proporsi ini, akankah para calon dan pasangan calon pada Pilkada nanti latah menduplikasi pemenang Pemilu 2024? Sebab, dengan rancangan kampanye unik dan khas, sudah teruji mampu mendulang suara mayoritas Gen Z dan Milenial empat bulan yang lalu. Sama halnya dengan Pemilu 14 Februari, kontestasi politik 27 November 2024 untuk sekali lagi para pemilih muda akan jadi penentu hasil Pilkada di Kabupaten Magelang. Tentu saja, dengan posisi strategis anak-anak muda ini akan mengubah pola kampanye kontestan politik pada Pilkada sebelumnya. Diksi penggunaan media sosial, yang identik dengan dunia anak muda akan kembali dijadikan medan perang para kandidat. Foto: Ilustrasi Peran Gen Z dalam Pemilu dan Pemilihan. Meskipun sampai saat ini, di Kabupaten Magelang dan daerah sekitarnya, pola-pola menggaet pemilih mayoritas belumlah tampak. Hingar bingarnya justru masih didominasi baliho, spanduk, dan pajangan foto bakal calon. Padahal, penggunaan platform media sosial sudah teruji efektif saat Pemilihan Presiden (Pilpres) empat bulan lalu. Bahkan, platform berbasis audio visual, seperti Tiktok yang sangat populer di kalangan muda, pernah dibanjiri gambar dan video kontestan. Para kandidat bahkan menampilkan diri dengan santai, tanpa harus memaksa pendengarnya untuk berpikir lebih dalam lagi. Dari banyaknya platform media sosial di Indonesia, Tiktok masih mendominasi dengan 50 persennya diinstall Generasi Z. Sedangkan milenial tercatat ada 39 persen mengunduh di smartphone mereka (Plannly, 2024). Sementara itu, Facebook yang penggunanya menua sepertinya tidak akan banyak dimanfaatkan oleh para kandidat dan timnya untuk berkampanye, berbeda dengan dua Pilkada sebelumnya. Para kontestan Pilkada, sepertinya sudah sadar bahwa anak-anak muda ini cenderung enggan membicarakan isu-isu politik secara serius, bahkan cenderung apatis. Hal ini juga terlihat dari kebiasaan mereka dalam mengakses hiburan, seperti film, musik, komedi, olahraga, dan gaya hidup, daripada konten politik. Ketika berbicara tentang preferensi politik, generasi muda ini lebih memperhatikan gaya dan kepribadian calon daripada substansi kebijakan. Namun bukannya tanpa risiko jika kandidat ingin menggaet dua generasi dominan ini. Sebab kaum milenial dan generasi Z terbukti sebagai kelompok yang paling rentan dengan misinformasi. Menganut penelitian psikolog dari Universitas Cambridge dalam jurnal Behavior Research Methods pada bulan Juni 2023, remaja dan anak muda lebih rentan terpengaruh oleh informasi yang salah dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih tua. Semakin banyak waktu yang dihabiskan seseorang untuk berselancar di internet, semakin besar kemungkinan mereka terjebak oleh informasi palsu tersebut. Walakin, hasil survei di Amerika Serikat, yang melibatkan 8.000-an peserta ini, cenderung bertentangan dengan anggapan umum, karena sejatinya baby boomers justru yang paling kritis menerima informasi dari platform manapun. Kembali lagi ke kontestan Pilkada, sebagai kelompok pemilih mayoritas, pemilih muda memiliki potensi besar untuk memengaruhi hasil pemilihan kepala daerah. Kita tentu berharap, generasi muda dapat memilih dengan bijak agar tidak dimanfaatkan oleh politisi yang hanya mencari dukungan sesaat demi kekuasaan. Masa depan Indonesia berada di tangan para pemilih muda.(***) ***)Anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Pilkada 2024 Kecamatan Bandongan

Populer