
Manajemen Resiko Mampu Tingkatkan Kinerja Lembaga
KOTA MUNGKID –Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin mengatakan semua tahapan yang telah dilakukan seluruh jajaran KPU pada pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan kemarin, harus dievaluasi dan dianalisis. Hal itu dilakukan untuk mengetahui resiko-resiko yang dihadapi, sehingga bisa dilakukan antisipasi kedepannya. “Manajemen resiko ini penting, untuk mengetahui resiko-resiko yang dihadapi. Dengan begitu, kita bisa melakukan upaya-upaya antisipasi, sehingga persoalan-persoalan dapat diminimalisir,” katanya saat membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Implementasi Manajemen Resiko dan Pendampingan Penyusunan Risk Register atau daftar resiko Tahun 2025 pada KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota melalui Zoom Meeting, Kamis (12/6/2025). Rakor ini diikuti seluruh satuan kerja KPU diseluruh Indonesia termasuk KPU Kabupaten Magelang, dengan narasumber Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI. Hal senada disampaikan Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU RI, Iffa Rosita. “Kalau kita melakukan manajemen resiko dengan baik terhadap semua persoalan yang dihadapi, maka kita dapat menumbuhkan karakter SDM yang berkelanjutan. Selain itu juga kita akan mampu melaksanakan semua tahapan dengan lebih baik lagi. Terakhir tentu akan meningkatkan integritas dan profesionalitas lembaga,” imbuhnya. Lebih lanjut dikatakan Iffa, tujuan utama dari manajemen resiko ini adalah untuk memastikan kelancaran proses Pemilu/Pemilihan. Kemudian, melindungi data dan informasi pemilih, mengantisipasi konflik sosial/politik, mematuhi kepatuhan hukum dan regulasi. “Terakhir adalah menjaga kredibilitas dan integrasi Pemilu/Pemilihan,” jelasnya. Sementara Inspektur Utama Setjen KPU Nanang Priyatna dalam laporannya menyampaikan, dalam pelaksanaan Pemilu/Pemilihan 2024 kemarin, pihaknya telah mendapatkan 1848 resiko berasal dari 112 Satker baik di KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota KIP Aceh. Dari 1848 resiko itu, ada tiga hal utama yang muncul. Yakni pengadaan barang dan jasa, perjalanan dinas dan pengelolaan dana hibah. “Lebih detail lagi, dari tiga hal itu. Terbanyak yang muncul persoalan adalah pada sistem informasi/aplikasi yang dibuat KPU RI, sebanyak 221 resiko. Kemudian yang kedua, tentang logistik ada 204 resiko, keuangan ada 200 resiko, partisipasi pemilih 182, kampanye 150, hukum 89, rekapitulasi 30, penetapan hasil 14 dan lainnya ada 940 resiko,” pungkasnya. Sedang dari BPKP RI, Edi Santoso mengatakan, jika dalam melakukan manajemen resiko di Kementrian dan Lembaga selama ini, sering terjadi hambatan dan kendala. Diantaranya, belum adanya pemahaman tentang proses bisnis menejemen resiko. “Dalam penentuan hubungan antara resiko, penyebab, dampak dan penentuan risk appetite, organisasi perlu memahami prioritas dan karakteristik masing-masing pemilik resiko. Hal ini perlu dipahami karena setiap pihak memiliki prioritas dan karakteristik berbeda. Ini yang belum bisa dipahami oleh semua kementrian dan Lembaga secara baik,” jelasnya. (***/RED)